CONTOH ARTIKEL BERITA HOAX









PENGUATAN BAHASA, SASTRA, DAN BUDAYA SEBAGAI IDENTITAS BANGSA DI ERA INDUSTRI 4.0


SUBTEMA :
UPAYA MENANGKAL BERITA HOAKS DENGAN LITERASI DIGITAL


            Globalisasi sudah sangat pesat masuk ke Indonesia. Dunia kini telah memasuki era revolusi industri 4.0, ditandai dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih dan modern. Kecanggihan teknologi sangat membantu umat manusia, contohnya seperti sekarang ini, kita tidak lagi membutuhkan kalkulator, kamera, buku diary, MP3, radio, maupun kamus, kita hanya membutuhkan satu benda yang dewasa ini banyak dimiliki dan digunakan oleh manusia, yaitu gawai atau ponsel. Setiap individu pasti memiliki ponsel, mulai dari anak-anak hingga dewasa bisa mengoperasikan ponsel.
Perlu kita ketahui juga ponsel sangat rentan akan tidak kejahatan, informasi yang sangat mudah diakses melalui ponsel juga dapat berdampak buruk bagi penggunanya. Salah satunya banyak tindakan penipuan, dan berita bohong atau hoaks. Hoaks atau berita bohong adalah informasi yang sesunguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Fenomena hoaks  pada saat ini menjadi sorotan khususnya di ranah digital, bahkan dalam kurun waktu 1 tahun tercatat banyak kasus penyebaran konten negatif seperti, berita hoaks, diskriminasi, maupun isu SARA dan kini mulai terungkap oknum-oknum pembuat hoaks.
Dalam UU ITE No. 19 Tahun 2016 pasal 45A yang menyatakan tentang hukuman bagi orang yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong, menimbulkan rasa kebencian, dan isu SARA akan dikenakan denda dan hukuman kurungan penjara, akan tetapi peraturan tersebut tidak akan mempan untuk mencegah konten negatif terutama fenomena hoaks ini datang tanpa di saring terlebih dahulu ke masyarakat melalui media sosial, karena Indonesia termasuk kedalam pengguna internet terbesar di dunia.
Mayoritas masyarakat Indonesia cenderung menerima mentah-mentah informasi yang diterimanya tanpa melakukan penjelasan atau klarifikasi terlebih dahulu informasi yang diperoleh. Hal ini juga di dasari dengan pengguna internet di Indonesia yang langsung percaya dengan kebenaran informasi di sosial media, tanpa di cek dan diteliti lagi. Kebiasaan buruk ini sangat mudah dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sebagi celah untuk menyebarkan berita hoaks, konten konten negatif, dan hal-hal yang bersifat SARA.






            Menjelang Pemilhan Presiden 2019, fenomena berita hoaks mulai bermunculan. Korbannya pun menyasar calon presiden dan calon wakil presiden yang akan bertarung di pesta demokrasi lima tahunan itu. Salah satu contoh berita hoaks yang paling hangat hangatnya adalah kasus Ratna Sarumpaet, Ratna Sarumpaet merupakan saktivis HAM dan juga salah satu tim sukses dari calon presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Kasus yang menjerat Ratna Sarumpaet adalah pengakuan bahwa dirinya telah dianiaya oleh sejumlah orang di Bandung. Namun sehari kemudian Ratna mengaku bahwa kasus penganiayaan yang menimpa dirinya hanya sebuah kabar bohong saja. Sambal terisak menahan tangis, aktivis berusia 70 tahun ini meminta maaf kepada publik, termasuk pihak yang dikritiknya. Ia menyatakan kebohongannya berawal untuk mencari alasan kepada anak-anaknya, demi menutupi bahwa ia melakukan operasi plastik. Karena kebohongannya, Ratna meminta maaf kepada Prabowo yang sudah membelanya.
            Menurut kasus yang menimpa Ratna tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia sangat rentan dijadikan santapan bagi oknum untuk menyeberakan hoaks di lingkungan setempat. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan  mengenai literasi digital. Gerakan literasi digital adalah upaya menyadarkan masyarakat akan pentingnya meningkatkan kemampuan menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses dan menerima informasi secara efisien. Dengan melakukan gerakan literasi digital ini masyarakat dilatih untuk mengetahui betapa kebaikannya menggunakan media sosial dan juga mengakses informasi yang positif, dengan pengetahuan untuk tidak menerima informasi secara langsung sebelum menyaring kebenarannya hingga menjadikan masyarkat Indonesia tidak akan mudah terpengaruh berita hoaks.

Media sosial semestinya dimanfaatkan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan menyebarkan konten-konten positif. terdapat beberapa pihak memanfaatkannya untuk menyebarkan informasi yang mengandung konten negatif. Pemerintah juga terus berupaya untuk mengurangi penyebaran hoax atau berita palsu dengan cara menyusun undang-undang yang di dalamnya mengatur sanksi bagi pengguna internet yang turut menyebarkan konten negatif. Ada beberapa cara mengatasi berita hoax yang pertama, kita harus hati-hati dengan berita yang provokatif maksudnya adalah berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Kedua adalah mencermati alamat situs maksudnya adalah informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan. Ketiga periksa fakta maksudnya perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya?, Apakah dari institusi resmi? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat. Dan terakhir adalah cek keaslian foto maksudnya di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca untuk terpengaruh kedalam berita bohong tersebut.
CONTOH ARTIKEL BERITA HOAX CONTOH ARTIKEL BERITA HOAX Reviewed by ryansaputra on 3:14 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.